Kamis, 27 Oktober 2011

Kemarahan dan Pemaafan

I.

Konsekuensi lain dari amarah yang harus kita camkan dalam pikiran yaitu bahwasanya kemarahan menghancurkan hubungan dan memisahkan kita dari teman-teman kita. Mengapa setelah bertahun-tahun penuh kebahagiaan bersama kawan, namun suatu ketika dia melakukan suatu kesalahan yang sangat menyakiti hati, kita menjadi begitu marahnya sampai-sampai menyudahi hubungan kita untuk selama-lamanya?! Seluruh momen indah yang kita lewatkan bersama (998 bata bagus) dianggap tidak pernah ada. Kita hanya melihat satu kesalahan mengerikan (2 bata jelek) dan menghancurkan segalanya. Rasanya kok tidak adil !!


Mata kita hanya terfokus pada kesalahan (2 bata jelek) yang diperbuat. Semua yang kita lihat adalah kesalahan, dan mengira yang ada hanyalah kekeliruan semata, karenannya kita ingin menghancurkannya. Padahal, pada kenyataannya ada banyak kebahagian bersama (998 bata bagus).


Kita semua memiliki "dua bata jelek", namun bata yang baik didalam diri kita masing-masing, jauh lebih banyak dari pada bata yang jelek. Begitu kita melihatnya, semua akan tampak tak terlalu buruk lagi. bukan hanya kita berdamai dengan diri sendiri, termasuk dengan kesalahan-kesalahan kita, namun kita juga bisa menikmati hidup bersama-sama lagi dengan orang disekitar kita.


II.

Pemicu dari kemarahan kita kebanyakan adalah pengharapan yang tak sampai. Dalam rangka mengungkapkan kemarahan, pertama-tama kita mencari pembenaran bagi diri sendiri. kita harus meyakunkan bahwa marah itu pantas, tepat, benar. Di dalam proses batin yang marah, seolah-olah sedang terjadi proses pengadilan didalam pikiran. Terdakwa berdiri diatas panggung pengadilan dalam pikiran, dan kita yang menjadi jaksa penuntut. Kita harus membuktikan kepada hakim (kepada hati nurani) terlebih dahulu. Kita menuduhkan segala jenis kedengkian, atau segala perbuatan buruk terdakwa untuk meyakinkan hati nurani bahwa mereka tak pantas untuk dikasihani.


Dalam pengadilan nyata, terdakwa mempunyai pengacara yang diizinkan untuk bersuara. Tetapi dalam pengadilan batin, pengacara tidak diizinkan untuk membela terdakwa. Kita dalam proses untuk membenarkan kemarahan. Tak ingin mendengarkan alasan-alasan yang menyedihkan, penjelasan ataupun rengekan mohon ampunan. Dalam argumentasi yang berat sebelah, kita tengah membangun kasus yang meyakinkan. Dan itu sudah bagus untuk membuat hati mengetok palu dan memutuskan bahwa terdakwa BERSALAH. Barulah kita merasa tak apa-apa.


Ketika seseorang menyakiti kita, kita tidak harus menjadi penghukum bagi mereka. Kita tetap dapat menjalani kehidupan sehari-hari saat kita membiarkan kemarahan berlalu dan menyejukkan hati dengan pemaafan. Kalau orang di dunia hidup makin erat satu sama lain, kita pasti akan menemukan solusi bagi masalah-masalah kita. Kita tak akan dengan mudahnya membuat konflik-konflik kecil maupun besar lagi.


3 strategi :

1. Menahan diri

2. Mengampuni

3. Memecahkan akar permasalahan


.kutipan dari buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya. -AJAHN BRAHM-